Jambi: Datuk Darah Putih
Dahulu di Jambi, ada sebuah kerajaan yang memiliki hulubalang bernama Datuk Darah Putih. karena jika dia terluka, darah yang keluar akan berwarna putih. Ia hulubalang yang jujur, pandai, dan berani. Suatu hari, Raja memerintahkan Datuk Darah Putih membentuk pasukan inti kerajaan. Dalam waktu singkat, Datuk Darah Putih berhasil mengumpulkan puluhan prajurit pilihan, lalu melatih kemampuan perang mereka. setahun berlatih, seluruh anggota pasukan inti telah menjadi prajurit yang tangguh dan pemberani. Raja pun memerintahkan datuk untuk berperang. seluruh pasukan bersiap dengan segala peralatan perang. Keesokan harinya, Datuk Darah Putih bersama pasukannya berangkat ke Pulau Berhala dengan menggunakan tiga buah jongkong (perahu) besar. istri Datuk Darah Putih yang sedang hamil tua, ikut mengantar pasukan kerajaan tersebut sampai ke pelabuhan.
Beberapa saat kemudian, ketiga jongkong tersebut berlayar menuju ke Pulau Berhala. Setelah Datuk Darah Putih dengan pasukannya sampai di Pulau Berhala, mereka langsung mengatur strategi, membuat benteng-benteng pertahanan, dan tempat pengintaian. Keesokan harinya, tampak dari kejauhan iring-iringan kapal pasukan Belanda akan memasuki Selat Berhala.
Ketika iring-iringan kapal Belanda memasuki Selat Berhala, ketiga jongkong pasukan kerajaan langsung meluncur ke arah kapal-kapal Belanda. Saat jongkong-jongkong tersebut merapat, Datuk Darah Putih beserta pasukannya segera berlompatan masuk ke dalam kapal-kapal Belanda sambil menebaskan pedang dan menusukkan keris ke arah musuh. Pasukan Belanda yang mendapat serangan mendadak itu menjadi panik. Mereka tidak sempat lagi menggunakan bedil mereka. Untuk mengimbangi serangan dari pasukan kerajaan, mereka menggunakan pedang panjang. Namun karena dalam keadaan tidak siaga, mereka pun tidak berdaya dan menagaku kalah. Pasukan Datuk Darah Putih merayakan kemenangan itu. Tiga hari kemudian, tampak iring-iringan tiga kapal besar dengan jumlah serdadu yang lebih banyak sedang memasuki Selat Berhala. Namun, hal itu tidak membuat Datuk Darah Putih gentar. Ia pun segera menyiapkan pasukannya untuk menghadang mereka. Pasukan Datuk Darah Putih segera menaiki jongkong-jongkong lalu meluncur dan merapat ke kapal-kapal Belanda. Kali ini, mereka menghadapi musuh yang lebih berat. Jumlah pasukan Belanda lebih banyak dibanding pasukan kerajaan, sehingga pertempuran itu tampak tidak seimbang. Di haluan kapal, tampak Datuk Darah Putih dikeroyok oleh tiga orang serdadu Belanda. Tidak lama, ia pun mulai terdesak dan tiba-tiba lehernya tersabet pedang seorang serdadu Belanda. Keluarlah darah putih dari lehernya itu,tapi ia tetap melakukan perlawanan. Namun pada akhirnya mereka mumdur ke pulau Berhala Datuk Darah Putih segera mendapatkan perawatan. Sesampainya di sana, ia didudukkan di tempat yang aman dan tersembunyi. Para prajurit telah berusaha menutup luka pimpinannya, namun darah putih tetap saja keluar. “Tolong carikan aku batu sengkalan untuk menutupi luka di leherku ini!” perintah Datuk Darah Putih. Dengan sigap, salah seorang prajurit segera mencari batu itu. Tidak berapa lama, prajurit itu pun kembali membawa sebuah anak batu sengkalan yang tipis, lalu menempelkannya pada luka di leher Datuk Darah Putih. Darah putih itu pun berhenti seketika. Begitu lukanya tertutup batu sengkalan, Datuk Darah Putih bangkit, lalu melompat ke atas jongkong. Meskipun masih terluka, Datuk Darah Putih mampu melakukan perlawanan. Tidak berapa lama, akhirnya seluruh serdadu Belanda tewas. Namun, di balik kemenangan itu tersimpan rasa sedih melihat keadaan Datuk Darah Putih yang terluka parah. Mereka pun kembali ke benteng pertahanan di Pulau Berhala sambil memapah Datuk Darah Putih.
Keesokan harinya, mereka kembali ke istana kerajaan. Mereka disambut dengan perasaan duka cita. Banyak orang yang iba melihat kondisi Datuk Darah Putih yang terluka parah. Mengetahui suaminya datang, dengan perasaan tenang dan tabah, istri Datuk Darah Putih menaruh bayinya dan segera menyongsong memapah suaminya dan mendekatkannya pada bayi mereka yang lahir dua hari sebelumnya. Dengan bantuan istrinya, Datuk Darah Putih mendekap dan mencium bayinya dengan penuh kasih sayang. Setelah itu, Datuk Darah Putih membaringkan tubuhnya dengan pelan. Pada saat tubuhnya terbaring itulah Datuk Darah Putih menghembuskan napasnya yang terakhir. Sang Istri pasrah, karena ia sadar semua itu merupakan kehendak Tuhan Yang Mahakuasa.
Comments
Post a Comment