Cerita Rakyat Bali: Ni Timun Mas dan I Lantang Hidung

Dahulu kala ada seorang janda dengan anaknya yang bernama Ni Timun Mas. Ni Timun Mas sangat cantik tetapi tubuhnya sangat kurus dan terlihat lemah. Setiap pagi, ibunya pergi ke sawah dan Ni Timun Mas tinggal di rumah dengan pintu yang selalu dikuncinya dari dalam. Jika ibunya telah pulang, maka ia akan memberikan isyarat kepada Ni Timun Mas untuk membukakan pintu rumah. Isyarat itu berupa sebuah nyanyian yang liriknya: Timun Mas, bukakanlah ibu pintu sejenak. Ibu sudah datang dari menuai padi.
Setelah itu maka Ni Timun Mas akan keluar dari rumah untuk menyambut ibunya. Begitulah kegiatan keseharian ibu dan anak tersebut.

Suatu hari ada raksasa yang bernama I Lantang hidung melewati rumah Ni Timun Mas. Karena dia sedang lapar, dia menggoncang-goncang pintu rumah Ni Timun Mas. Namun, karena tidak ada sahutan dari dalam, raksasa itu pun pergi. Sebenarnya Ni Timun Mas ada di dalam rumah itu, tetapi dia tidak berani bersuara karena takut. Setelah ibunya pulang, ia menceritakan kejadian tersebut: “Ibu, tadi ada raksasa yang datang ke rumah yang menggoncang-goncang pintu”. Mendengar cerita anaknya itu, ibu Timun Mas takut sekali. Ibunya berkata: “Anakku, kalau tidak ada orang yang bernyanyi seperti ibu, jangan sekali-kali kamu membuka pintu.”.“Iya bu,” sahut Ni Timun Mas.

Keesokan harinya, I Lantang Hidung datang lagi ke rumah Ni Timun Mas. Ia kembali menggoncang-goncang pintu rumah. Namun, karena tidak ada juga yang menjawab atau berteriak, maka I Lantang Hidung memutuskan untuk menyelidiki. Ia bersembunyi di balik pohon yang ada di samping rumah Ni Timun Mas.

Tak berapa lama kemudian, ibu Ni Timun Mas pun pulang dari sawah. Ibu menyanyi seperti biasanya, agar dibukakan pintu oleh anaknya: “Timun Mas, bukakanlah Ibu pintu sejenak. Ibu sudah datang dari menuai padi.”

Setelah mengetahui “rahasia” rumah itu, I Lantang Hidung segera pulang ke rumahnya. Ia berencana akan menculik Ni Timun Mas setelah ibunya pergi ke sawah untuk menuai padi.

Keesokan harinya, I Lantang Hidung berangkat lagi ke rumah Ni Timun Mas. Setelah tiba di depan pintu, ia kemudian menirukan tembang yang biasa dinyanyikan oleh ibu Ni Timun Mas: “Timun Mas, bukakanlah Ibu pintu sejenak. Ibu sudah datang dari menuai padi.”

Mendengar tembang itu, seperti biasanya, tanpa merasa curiga sedikit pun Ni Timun Mas langsung membuka pintu dan berlari keluar untuk menyambut orang yang dikira ibunya. Namun, ketika Ni Timun Mas keluar, ia lalu disergap dan dilarikan oleh I Lantang Hidung menuju rumahnya yang ada di dalam hutan. Ni Timun Mas hanya bisa menangis dan menjerit-jerit, tetapi tidak ada orang yang menolongnya karena rumah-rumah di desa itu letaknya saling berjauhan.

Sesampai di rumahnya, I Lantang Hidung lantas memasukkan dan mengurung Ni Timun Mas di atap rumahnya. Ia tidak berniat untuk langsung memakan Ni Timun Mas, karena tubuhnya terlalu kurus dan tidak ada dagingnya. Nanti apabila tubuh Ni Timun Mas sudah gemuk dan berisi, barulah ia akan memakannya.

Beberapa jam kemudian, ibu Timun Mas pun pulang dari sawah. Saat sampai di depan rumah, ia terkejut melihat pintu rumahnya sudah terbuka. Ia lalu memanggil anaknya tanpa bersenandung lagi: “Timun Mas, Timun Maaaas.”

Si ibu lalu mencari-cari anaknya di sekeliling rumah hingga ke perigi, tempat biasanya Ni Timun Mas mencuci pakaian atau piring. Setelah berada di perigi dan tidak menjumpai anaknya, ia mulai menangis. Ia menyangka kalau anak semata wayangnya itu telah dibawa lari oleh I Lantang Hidung.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Ibu Timun Mas sudah pergi untuk mencari anaknya. Ketika ia sampai di perempatan jalan, ia melihat ada orang yang sedang memukuli seekor kucing. Karena merasa kasihan, ia kemudian menghampiri orang tersebut dan bermaksud membeli kucing yang sedang disiksa itu.

“Kalau engkau menghendaki, ambillah kucing jahat ini!” demikian kata pemilik kucing itu.

Kucing itu pun kemudian dibawanya pulang dan dipelihara. Hari berikutnya ia berjalan lagi mencari anaknya. Saat di tengah jalan, dilihatnya seseorang yang sedang mengejar tikus. Begitu sang tikus tertangkap dan akan dibunuh, ia berlari mendekati orang tersebut dan bermaksud membeli tikus itu.

“Wah, mau dibunuh malah diminta untuk dibeli. Kalau memang mau, ambilah tikus sialan ini!” demikian gerutu orang itu.

Lalu tikus itu dibawa ke rumah dan dipelihara oleh ibu Timun Mas. Setelah itu, ia pergi lagi mencari anaknya. Dalam usahanya untuk mencari anaknya itu, di tengah jalan ia bertemu lagi dengan orang yang sedang memegang ular dan golok. Ketika ular yang dipegangnya itu akan dibunuhnya, ibu Timun Mas berlari mendekatinya dan membeli ular itu.

Dalam perjalanan pulang sambil membawa ular, ia melihat orang menghunus pedang dan hendak membunuh anjing. Anjing itu diminta pula oleh ibu Timun Mas. Kedua binatang itu pun lalu dibawa pulang dan dipelihara bersama-sama dengan tikus dan kucing.

Begitulah, setiap hari ibu Timun Mas pergi mencari anaknya dan baru pulang setelah matahari hampir terbenam. Dan, sesampainya di rumah, si ibu selalu menangis, mengenang nasib anaknya yang dibawa lari oleh I Lantang Hidung.

Melihat kejadian itu, keempat hewan yang dipeliharanya merasa kasihan dan mendekati ibu Timun Mas. Setelah agak renda tangisnya, mewakili ketiga temannya, si kucing bertanya kepada ibu Timun Mas: “Mengapa setiap tiba di rumah ibu selalu menangis? Apakah ibu tidak sanggup lagi memberi makan kami?”

Mendengar kuncing peliharaannya tiba-tiba dapat berbicara, ibu Timun Mas menjadi kaget setengah mati. Beberapa saat kamudian, setelah dapat mengatasi keterkejutannya itu, ia berkata “Ah, bukan demikian. Kalian jangan salah sangka, aku hanya merindukan anakku Ni Timun Mas yang diculik oleh I Lantang Hidung.”

Tiba-tiba menyahutlah sang ular: “Kalau demikian mari kita mencarinya. Aku tahu dimana rumah si Lantang Hidung.”

“Tapi, bagaimana caranya? Kita sama-sama kecil, sedangkan I Lantang Hidung adalah raksasa,” kata si anjing.

Sang tikus berkata: “Jangan takut pada orang yang lebih besar. Kalau memang salah, pasti ia akan kalah. Dan, meskipun tubuhku paling kecil, aku tidak takut. Apalagi sudah demikian besar jasa dan kasih sayang yang kita peroleh dari ibu Timun Mas.”

“Kalau begitu, marilah kita berangkat ke rumah I Lantang Hidung,” kata si kucing sambil berjalan keluar rumah.

Tidak berapa lama kemudian, mereka pun telah tiba di rumah I Lantang Hidung. Mereka lalu membagi tugas. Kucing dan tikus akan menyelinap masuk melewati lubang yang ada di tembok rumah itu. Sedangkan, anjing dan ular akan berdiri di depan pintu, berjaga-jaga kalau I Lantang Hidung tiba-tiba terbangun.

Setelah itu, si kucing dan tikus pun masuk ke dalam rumah dan mulai mencari di mana Ni Timun Mas disembunyikan. Saat berkeliling mencari itu, akhirnya mereka melihat Ni Timun Mas sedang dikurung di atap rumah. Si kucing kemudian berbisik pada tikus: “Wah, bagaimana cara mengeluarkannya?”

“Mudah, akan kugigit tali pengikat di pintu kurungan itu!” kata tikus sambil berjalan ke arah kurungan.

Saat si tikus sedang menggerogoti tali pengikat itu, I Lantang Hidung tersadar dan berkata: “Wah, suara apa itu?”

Si kucing yang melihat I Lantang Hidung bangun, segera mengeong untuk mengalihkan perhatiannya.

“Wah, sepertinya ada kucing yang sedang memburu tikus,” kata I Lantang Hidung lalu melanjutkan tidurnya kembali.

Singkat certia, setelah berhasil membuka pintu kurungan, si tikus berkata: “Timun Mas, marilah kita pulang. Ibumu sudah menunggu di rumah.”

Tanpa berkata sepatah pun Ni Timun Mas lalu mengikuti kucing dan tikus keluar dari rumah I Lantang Hidung. Namun, pada saat mereka berhasil membuka pintu dan berada di serambi rumah, I Lantang Hidung tiba-tiba terbangun dan melompat hendak menangkap.

Ketika ia berlari hendak mengejar Ni Timun Mas, dengan gesit sang ular mematuk kakinya. Dan, saat I Lantang Hidung menunduk hendak mengetahui binatang apa yang telah mematuknya itu, tiba-tiba sang anjing segera melompat dan menggigit lehernya hingga mengeluarkan banyak sekali darah. Sang raksasa pun langsung ambruk dan mati karena kehabisan darah.

Setelah raksasa itu mati, Ni Timun Mas bersama keempat binatang itu lalu pulang. Sesampai di rumah, mereka disambut dengan gembira oleh ibu Ni Timun Mas. Akhirnya mereka kembali hidup bahagia

Comments

Popular Posts