Cerita Rakyat Bengkulu : Si Gulap yang Sabar

Si Gulap ialah anak bungsu dari tujuh bersaudara. Mereka tinggal di sebuah desa di Bengkulu. Kakak tertua nya bernama Umar. Mereka anak yatim dan tinggal bersama ibu mereka, setiap hari mereka menanam singkong dan sayur-sayuran di ladang mereka yang sempit. Keadaan tersebut membuat Umar memikirkan masa depan keluarganya. Terlintas sebuah ide dibenaknya “Jika saya bisa menikahi putri raja yang kaya raya itu, nasib keluargsaya pasti akan membaik,” gumamnya. Umar berniat melamar putri Raja. Malamnya, ia menyampaikan niat itu kepada ibunya. Mendengar keinginan anaknya sang ibu terkejut.
“Umar, kita ini orang miskin. Tidak pantas meminang putri raja”
“Bu, tak ada salahnya jika kita mencoba”
 Mendengar keyakinan anaknya itu akhirnya  sang ibu luluh juga. Keesokan harinya sang Ibu datang ke istana menghadap sang raja.
“Mohon maaf atas kelancangan saya, Paduka. Saya datang untuk menyampaikan lamaran anak sulung saya,Umar”
Raja tahu jika sang ibu berasal dari rakyat biasa,ia tidak mau kehormatan keluarga kerajaan tercoreng jika menantunya dari kalangan orang biasa. Dari maka itu sang raja memberikan syarat

“Baiklah, lamaran akan saya terima dengan satu syarat,sebelum pernikahan Umar harus tinggal di istana beberapa hari untuk mengikuti beberapa ujian. Selama itu, ia tidak boleh marah sekali pun dengan tugas tersebut. Jika ia melanggar, maka ia akan kujual sebagai budak ke negeri lain. Sebaliknya, jika saya yang marah karena perbuatan Umar, maka sayalah yang harus dijual sebagai budak,”
“Baik, Paduka. Syarat ini akan saya sampaikan kepada Umar,” kata sang ibu.
Sang ibu pulang dan menyampaikan penjelasan sang raja kepada Umar. Di hari itu juga Umar berangkat ke istana dan Raja langsung memberinya tugas.
“Umar,saya perintahkan kamu membajak sawahku yang luas itu!”
Umar pun mulai membajak sawah. Menjelang siang, ia kembali ke istana dalam keadaan haus dan lapar. Namun, ia tidak diberi minum dan makan sedikit pun.
 “Maaf, Paduka. Kenapa saya tidak diberi makan dan minum? Padahal, saya sudah bekerja keras membajak sawah”
“Apakah kamu marah, Umar?”
“Maaf, Paduka. Siapa yang tidak marah jika diperlakukan seperti ini?”
Mendengar itu,Raja pun menyatakan Umar telah melanggar janji. Ia pun tidak boleh meminang sang putri. Lalu ia dijual sebagai budak. Ibu dan adik-adik nya pun menjadi sedih, namun adik-adik Umar tidak putus asa. Mereka pun mencoba melamar sang Putri. Namun setelah lima anaknya mencoba, semua gagal dan dijual sebagai budak ke luar negeri. Kini yang tersisa hanya si Gulap,ia berniat untuk melamar sang Putri, tapi sang Ibu melarangnya.
“Jangan, Gulap. Kamu satu-satunya anak Ibu yang ada disini. Lagi pula,Ibu sangat malu kepada Raja,”
“Tidak, Bu. Gulap tidak akan mengecewakan Ibu. Izinkanlah Gulap untuk mencobanya,”
Sang Ibu tidak bisa menolak, ia terpaksa menghadap sang Raja lagi. Seperti keenam kakaknya, Gulap pun tinggal di istana. Ketika diperintahkan membajak sawah Raja yang luas, ia bekerja dengan tekun. Gulap bersabar meski tidak diberi makanan dan minuman. Ketika haus, ia meminum air sawah. Hingga akhirnya ia pun selesai saat senja. Gulap pun pulang ke istana. 
“Gulap,kenapa baru pulang? Tidakkah kamu merasa haus dan lapar?”
“Maaf, Paduka. Sebenarnya saya sangat lapar, tapi ada orang yang mengirimi saya makanan”
“kenapa wajahmu merah seperti itu?Apakah kamu marah, Gulap?”
“Tidak, Paduka. Wajah saya merah begini karena terik matahari,”
Sang Raja sangat puas dengan keberhasilan Gulap. Besoknya,  ia diajak Raja ke kebun tebu yang amat luas.
“Gulap, bersihkan dan buanglah daun-daun tebu itu!”
Gulap pun bekerja. Sambil bekerja dia berpikir bagaimana caranya agar sang raja marah sehingga sang raja melanggar janjinya. Ia segera membuat lubang besar untuk pembuangan daun-daun tebu. Setelah selesai, ia kembali ke istana.
“Maaf, Paduka. Saya telah menyelesaikan tugas saya,”
“Bagus, Gulap. Kamu memang pemuda yang tekun dan rajin,”
Namun, sang Raja seketika murka melihat seluruh tanaman tebunya telah gundul.
“Hai, Gulap. Kenapa kamu menggunduli semua tanaman tebuku?”
“Apakah Paduka marah kepada saya?”
“Iya, saya sangat marah. Kamu telah menggunduli seluruh tebuku, padahal belum saatnya dipanen”
”Maaf, Paduka. Masih ingatkah paduka dengan janji Paduka?”
Sang Raja terdiam. Ia tersadar bahwa ia telah melanggar janji.
“Iya, kamu benar. Saya pernah berjanji jika saya marah karena perbuatanmu, sayalah yang akan dijual sebagai budak. Tapi, saya mohon jangan jual saya. Saya berjanji akan menikahkanmu dengan sang putri.” 
“Baiklah, Paduka. Tapi, saya mempunyai satu permintaan, Saya mohon agar keenam kakak saya ditebus dan dibawa ke istana”
Sang Raja memenuhi permintaan Gulap. Setelah keenam kakaknya kembali, Gulap pun menikahi sang Putri. Keduanya hidup bahagia, sang ibu dan saudara-saudaranya pun tinggal di istana.  Beberapa tahun kemudian, Gulap menjadi raja menggantikan mertuanya yang sudah tua. Dibawah kepemimpinan Gulap, rakyatnya hidup aman, tenteram, dan sejahtera. Pesan moralnya ialah orang sabar pada akhirnya akan bahagia. Dan orang yang suka marah akan menerima ganjarannya

Comments

Popular Posts